Senin, 09 Februari 2009

Pemerintah Terbitkan PP Bantuan Hukum Cuma-Cuma

Ini kabar baik bagi para pencari keadilan. Mereka yang tidak punya uang untuk membayar advokat, kini bisa mengurus perkaranya dengan didampingi seorang advokat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. PP ini malah sudah diberi nomor 83 Tahun 2008.

PP ini merupakan amanat dari pasal 22 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pasal ini mewajibkan advokat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum itu bukan merupakan belas kasihan, tetapi lebih merupakan penghargaan terhadap hak asasi manusia dalam mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Lingkup bantuan hukum cuma-cuma bukan hanya yang diberikan pada setiap tingkat persidangan. Berdasarkan pasal 3 ayat (2) PP, bantuan hukum bisa juga meliputi pemberian jasa hukum di luar pengadilan. Pencari keadilan bisa berupa perseorangan, bisa juga beramai-ramai . Pasal 5 PP menyebutkan: “Permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma dapat diajukan bersama-sama oleh beberapa pencari keadilan yang mempunyai kepentingan yang sama terhadap persoalan hukum yang bersangkutan”.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia Denny Kailimang menyambut antusias PP ini. “Kita akan segera kerjasama dengan lembaga-lembaga bantuan dan perguruan tinggi,” ujarnya.

Organisasi Advokat dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) adalah tempat pencari keadilan mengajukan permohonan bantuan hukum cuma-cuma. Permohonan disampaikan secara tertulis berisi identitas dan uraian singkat pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum. Kalau pencari keadilan tidak bisa menulis, permohonan dapat diajukan secara lisan. Keterangan lisan tersebut lalu dituangkan ke dalam bentuk tertulis oleh advokat atau petugas organisasi advokat atau LBH.

Selain menegaskan kewajiban advokat memberikan bantuan hukum probono, PP ini mengharuskan organisasi advokat/LBH menyediakan atau membentuk unit kerja khusus yang menangani bantuan hukum cuma-cuma. Menurut Denny, keharusan itu tidak menyulitkan karena pada dasarnya sudah ada kewajiban probono bagi seorang advokat sesuai amanat UU No. 18/2003. Perhimpunan Advokat Indonesia siap melaksanakan amanat itu hingga ke daerah-daerah.

Dalam catatan akhir tahun 2008, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai peradilan yang fair dan tidak memihak sudah mengalami kemajuan tetapi dalam beberapa masih terkendala. Salah satu faktor karena masih belum cukup terimplementasinya kewajiban advokat untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma sebagai mandat dari UU Advokat.

Berdasarkan penilaian YLBHI, organisasi advokat yang ada saat ini pun belum menunjukkan menciptakan program-program yang konkrit untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat yang tidak mampu. Kini, PP yang mengatur tata cara pemberian bantuan hukum cuma-cuma sudah lahir. Tinggal bagaimana organisasi advokat, LBH dan pencari keadilan mengimplementasikannya.

Direktur LBH Jakarta Asfinawati mengatakan bahwa selama ini LBH sudah berada pada tugas bantuan hukum cuma-cuma. Ia justru mengkritik PP ini karena seolah memperkecil lingkup bantuan hukum. Idealnya, bantuan hukum dibentuk lewat undang-undang, dan dimasukkan ke dalam bagian undang-undang peradilan semisal KUHAP dan UU Kekuasaan Kehakiman. “Bantuan hukum harusnya menjadi spirit dalam peraturan perundang-undangan bidang peradilan,” ujarnya.

Sumber tulisan :
http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=20955&cl=Berita

1 komentar:

  1. PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
    Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
    Siapa yang akan mulai??

    David
    HP. (0274)9345675

    BalasHapus